Khusus

Halaman 24

Kalau ada atau tidaknya DOI (digital object identifier) menjadi kriteria kejelasan sumber, maka akan muncul masalah karena akan adanya banyak makalah yang secara substansi bagus, tersedia daring, tapi belum punya DOI.
Konteks: DOI saat ini penting karena menyediakan persisten link atau tautan tetap terhadap segala obyek digital, tidak hanya makalah ilmiah. DOI ada dua jenis, DOI untuk dokumen ilmiah, biasanya diterbitkan oleh Crossref, sedangkan untuk data yang diunggah ke repositori, DOInya diterbitkan oleh Data Cite.

Halaman 27

Belum memasukkan kategori jurnal nasional terakreditasi A dan terindeks DOAJ green tick (seperti tertulis dlm Juknis Permenristekdikti 20:2017), akan kami singkat sebagai JN-A-DOAJ. 
Konteks: Hal ini penting, karena syarat memenuhi kriteria Jurnal Internasional Bereputasi (JIB) berpotensi:
  1. melemahkan semangat menulis, terutama bagi para mahasiswa S3 yang syarat kelulusannya adalah sebuah makalah (minimum) yang terbit dalam JIB. Kemampuan mahasiswa S3 di seluruh Indonesia tidaklah sama, begitu pula fasilitasnya, salah satu yang terpenting adalah apakah perguruan tinggi tempat mereka menuntut ilmu melanggan indeks-indeks berbayar.
  2. melemahkan semangat para pengelola jurnal nasional (JN). Terdapat kurang lebih 500 JN OA menurut DOAJ yang merupakan aset nasional yang harus dikembangkan. Jumlah JN tersebut menempatkan Indonesia pada peringkat ke-5 dunia \cite{Irawan2017}. Data tersebut diambil pada bulan Mei 2017, dan per hari ini (Rabu 26 Juli 2017, 5.00 WIB) telah menjadi 732 jurnal (peringkat ke-3 dunia).
  3. menurunkan jumlah sitasi atas makalah yang ditulis oleh orang Indonesia sendiri. Dapat kami jelaskan rasionalnya dalam bentuk contoh sebagai berikut. Ada seorang dosen X menulis makalah (bisa berjenis OA ataupun non OA) berdasarkan sebuah risetnya yang berlokasi di Indonesia. Makalah kemudian dikirimkan ke jurnal  yang terindeks Scopus (atau WoS). Setelah melalui proses review, makalah akhirnya terbit. Beberapa waktu kemudian (6 bulan hingga 1 tahun), makalah tersebut tayang dalam halaman indeks Scopus. Bila diasumsikan bahwa makalah tentang Indonesia akan berpeluang lebih besar dibaca oleh peneliti warga negara Indonesia (bukan oleh peneliti asing), maka makalah tersebut hanya akan diketahui oleh peneliti yang bekerja di institusi yang melanggan Scopus. Seperti telah kami sebutkan pada butir pertama di atas, bahwa sangat sedikit perguruan tinggi yang melanggan Scopus, maka dampaknya akan sangat sedikit peneliti yang dapat membaca makalah tersebut. Setelah beberapa saat memang ada kemungkinan makalah akan terindeks oleh Google atau Google Scholar, tapi biasanya akan mengindeks tautan makalah pada server Sciencedirect (etalase makalah yang tergabung dalam Grup Elsevier). Tetap saja pembacanya harus memiliki akses langganan jurnal terkait. Oleh karenanya himbauan untuk mengunggah preprint atau post print menjadi sangat penting (akan dibahas pada bagian lain di bawah).
Beberapa pihak mungkin akan:
  1. mempertanyakan sejauh mana implementasi standard-standard DOAJ, apakah menyentuh aspek substansial (content) dari dokumen ilmiah atau hanya bersifat administratif.
  2. membandingkan proses indeksasi DOAJ tersebut dengan proses yang sama yang dilakukan oleh indeks-indeks berbayar arus utama seperti Scopus dan WoS. Apakah kedua indeks ini melakukan pemeriksaan aspek substansi makalah?
  3. membandingkan apakah makalah yang diindeks DOAJ memiliki dampak yang signifikan dibandingkan dengan makalah yang tayang di indeks arus utama.

Halaman 29

Kriteria reviewer memiliki rekaman publikasi perlu diperjelas dalam bentuk apa, berapa jumlah minimumnya, dan ? Misal profil GS, ORCID atau Sinta atau Scopus ID.
Konteks: Saat ini profil seorang ilmuwan sangat ditentukan dengan jumlah dan di mana ia menerbitkan makalah. Walaupun banyak tapi tidak terindeks lembaga tertentu, maka akan sama saja dengan tidak membuat karya sama sekali. Menurut kami ini sangat tidak sejalan dengan keinginan untuk menumbuhkan minat menulis. Sebenarnya pemerintah melalui Kemristekdikti sudah cukup gencar mempromosikan Sinta (yang mengagregasi data GS dan Scopus). Menurut kami profil Sinta akan menggambarkan secara lebih seimbang karya-karya saintis yang menurut regulasi tergolong "biasa-biasa" saja dengan yang masuk golongan bereputasi. Sebagai ilustrasi, ScienceOpen, sebuah platform penerbitan (publishing platform) yang bermarkas di Berlin, mensyaratkan para reviewer untuk memiliki minimum lima makalah peer-review yang tercantum dalam profil ORCIDnya, tanpa tambahan apakah makalah terindeks lembaga tertentu atau tidak.
Platform lain yang populer untuk menampakkan kinerja nyata reviewer adalah Publons, yang baru saja diakuisisi oleh Clarivate Analytics (perusahaan yang juga mengakuisisi Thomson Reuters, pembuat Journal Impact Factor). Publons merupakan situs yang mendaftarkan verified peer reviewer. Oleh karena setiap review diverifikasi, hal ini berguna untuk mencegah praktik tidak etis yang berupa "asal mencantumkan nama reviewer dan h-index-nya" di dalam jurnal. Contoh akun Publons adalah sebagai berikut Juneman Abraham dan Dasapta Erwin Irawan. Berikut ini adalah 15 teratas institusi yang aktif melakukan peer review (tautan).

Halaman 34

Tabel kriteria penempatan indeks tertentu lebih tinggi dari yang lain tidak jelas. Tentang hal ini sepertinya sudah tidak ada yang mempertanyakan, padahal sangat penting untuk dijelaskan. Baris pertama belum memasukkan kategori Jurnal Nasional terakreditasi A plus terindeks DOAJ.
Konteks: Perkembangan baik ini perlu didorong oleh khalayak akademik, walaupun disadari akan banyak yang menentang. Biasanya pendapat yangmasyarakat disampaikanka adalah bahwa standar kualitas DOAJ tidak jelas, banyak jurnal meragukan yang masuk ke dalam indeks dan lain-lain.

Halaman 35

Kriteria Jeffrey Beall no 1: secara tidak langsung membangun persepsi jurnal baru dianggap berpotensi sebagai jurnal predatory . Tidak fair. Lagipula laman Jeffrey Beall ScholarlyOA sudah tidak aktif per Januari 2017.

Halaman 46

Bagus sudah ada pengenalan mengenai hak penulis dalam CTA (copyright transfer agreement). Hal ini penting. Namun perlu ditambahkan penjelasan mengenai kemungkinan menunggah versi pre atau post print, terutama bila makalah akan terbit secara non-OA (non open access).
Konteks: Pemahaman mengenai CTA ini penting agar penulis mengetahui hak-haknya sebagai penulis. Dengan demikian ybs dapat memaksimumkan dampak dari makalahnya. Saat menyebut dampak, mohon tidak diartikan sempit sebagai sitasi atau H-indeks.

Halaman 49

Bagus sudah mengenalkan konsep open peer review.
Konteks: Konsep peer review ini sedang mengemuka karena dinilai dapat mengurangi faktor subyektivitas \cite{Tennant_2017}.

Halaman 51

Contoh penulisan artikel ilmiah hanya untuk jenis full research paper atau paper yang menjelaskan riset komplit dari awal sampai akhir. Makalah jenis lain belum disentuh, padahal ini peluang bila memang tujuannya untuk meningkatkan jumlah makalah dari Indonesia.
Konteks: dinamika trend penulisan makalah juga perlu dijelaskan dalam panduan untuk membuka wawasan peneliti/penulis di Indonesia.

Halaman 52

Ulasan mengenai Byline (baris kepemilikan). Untuk sebuah tesis atau disertasi, maka afiliasi yang wajib dicantumkan: minimal adalah afiliasi tempat penulis menulis disertasi. Misalnya, dosen Universitas A menjalani pendidikan S3 di Universitas B, maka afiliasi primernya jika disertasinya dipublikasikan adalah Universitas B.
Konteks:Hal ini karena: